BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Minggu, 06 Juni 2010

Naskah Teater

Naskah Teater

PENCUCIAN
Karya : David Guerdon
Terjemahan : Asrul Sani
Sutradara : Della Nasution
Di pentaskan untuk pertunjukan
Festival Teater Sumatera Barat


BAGIAN DALAM SEBUAR RUMAH BINATU. KAIN-KAIN YANG LAGI DIKERINGKAN BERGANTUNGAN MEMBENTUK SEBUAH LABIRIN. DRUM DAN EMBER SERTA BASKOM BEGELETAKAN. DIBELAKANGNYA TERLIHAT SEBUAH KAMAR DILOTENG.

Ny. Tini : Begitulah. Dalam Hidup ini tidak ada yang berarti.
Lena : Semuanya lenyap, bagai sebuah mimpi.
Mail : Kita bangun, lalu semuanya habis sudah.
Imar : Kita baru menyadarinya jika sudah terlambat.
Ny. Tini : (Dengan kejengkelan tiba-tiba pada Imar)
Imar, hangatkan kopi. Masih ada sisa Tadi malam sedikit.
Imar : Ya, Nyonya… oh, aku betul-betul capek. Rasanya aku ingin sekali
kopi.
Ny. Tini : Aku tidak memerlukan pendapatmu.
Imar : Ya, nyonya.
Ny. Tini : Pergilah, jangan ternganga-nganga saja di situ seperti burung hantu.
Imar : Aku juga sayang padanya, Papa Toni.
Ny. Tini : Kau kira kami tidak? Kau boleh katakan, kami dingin dan tidak punya
perasaan.
Lena : O, Ibu. Buat apa bertengkar dengan dia? Ibu tau dia bodoh.
Ny. Tini : Tentu, aku lupa.
Lena : (Dengan wajah murung) Ah…. Papa sudah bekerja keras.
Ny. Tini : Dia sayang sekali perusahaan binatu ini.
Lena : Ya, sekarang saja kita sudah merasa kehilangan.
Imar : Aku juga baru mau mengatakan itu.
Lena : Ibu, dia masih di sini!
Ny. Tini : Bagaimana kopi kita? Apa lagi yang kau tunggu?
Imar : Aku tidak menunggu apa-apa, Nyonya. (Dia pergi)
Ny. Tini : Dia sudah kupungut dari jalan. Aku selalu baik hati.
Lena : Ibu, Barangkali dia tidak dari sana. Apa ibu pernah dengar dia pernah
bicara kalau dia lagi sendiri. Seperti Hamlet.
Ny. Tini : Ah, dia cukup baik.
Lena : Ya, tapi….
Ny. Tini : Tidak semua orang punya otak cerdas.
Lena : Ibu, keluarga Sahelan juga ada Tadi. Aku betul-betul tidak mengira,
hampir semua mereka hadir. Orang-orang Angkuh.
Ny. Tini : Mereka tidak bisa mengatakan kita tidak melakukan semuanya sesuai
dengan selera yang baik. Ongkosnya cukup mahal.
Lena : Aku tidak senang padanya. Perutnya begitu buncit bagaikan perut ikan
paus.
Ny. Tini : (Geram) Dulu, dia pernah jadi gundik papamu.
Lena : Apa? Tidak mungkin. Nyonya Sahelan? Kain lusuh itu!
Ny. Tini : Coba pahami laki-laki sayang. Dia betul-betul tergila-gila padanya.
Dan perempuan itu tidak tahu malu. Malahan aku mengira, dia yang jadi sebab dari semua kesusahan itu.
Mail : Maksud, Ibu? Masa dua tahun dia dalam penjara?
Ny. Tini : Ya, begitulah kasarnya. Suamiku seorang petualang.
Mail : Si Kuda Petualang! (Tertawa terbahak-bahak)
Ny. Tini : Diam! Kau tidak mengerti.
Mail : Salut…, untuk yang sudah mati.
Ny. Tini : (Bicara pada Lena) Kau lihat. Dia Tidak menaruh hormat pada
apa pun. Dia kasar, hewan, binatang liar! Kau mau saja dia perbodoh, sekiranya aku tida ada, binatu ini sudah lama ia jual. Dan dia sudah pergi ke pacuan kuda, minum-minum dengan kawan-kawan pesoleknya itu.
Mail : Oya. Binatu masa depan! Apa ini usaha yang cocok bagi seorang
laki-laki?.
Ny. Tini : Pokoknya, dengannya kau punya kesempatan untuk mencari makanan
dari mulut kami.
Lena : Ibu, Mail, Sudahlah.
Ny. Tini : Baik. Aku kini berkuasa di sini. Jadi tolong hidupkan api-api tungku.
Kain-kain itu harus direbus. Jangan lupa, langganan-langganan kita
tidak ikut berkabung. (Lalu berjalan keluar)
Mail : (Mengejek) Aku seperti Imar, kesedihan membuat aku demam.
Ny. Tini : (Berhenti) Kau gelandangan, tidak ada guna, itu kau! Sekarang setelah
Papa Toni sudah meninggal, kau mau ambil kesempatan ya. Olah raga
kota kecil. Tapi aku tidak seperti Lena. Aku akan mengawasi kau.
Mail : Ibu mengawasi aku?
Ny. Tini : Benar juga kata suamiku. “Mail adalah tipe orang yang akhir-akhirnya
akan masuk penjara.”
Mail : Memang, dia punya pengalaman yang diperlukan untun menilai.
Ny. Tini : Kasihan Papa Toni. Kalau dia melihat ke bawah, ia pasti akan naik lagi.
Mail : (Tertawa) Kalau dia memang ada di surga, dan malaikat bisa memberi
dia ember
Ny. Tini : Jangan kau hina suamiku! Dia sepuluh kali lebih berharga daripada
kau.
Lena : Ibu. Mail. Sudahlah! Apa kalian tidak sadar, apa akibatnya bagiku
dalam keadaan begini?
Mail : Mari Lena, biar ibu ribut sendiri. Aku tau apa sebetulnya yang ia
rindukan.
Ny. Tini : Apa yang kurindukan?
Mail : (Pada Lena) Maaf!
Lena : Baik, Mail. Pergi ganti bajumu dengan baju kerja. Lalu panaskan
air-air untuk merendam pakaian. (Ia berjalan keluar)
Ny. Tini : Dia tidak berani mengatakan apa yang kurindukan.
Mail : Aku tidak takut untuk mengatakannya, mertua, tapi ibu tidak akan
mengerti.
Lena : (Memanggil dari luar) Mail…, ayolah.
(Lalu Mail ke luar)

* * *

DATANG IMAR MENDEKATI NY. TINI YANG SEDANG BERUSAHA MENAHAN EMOSI. NY. TINI SEDANG DUDUK DI ATAS KURSI.

Imar : Aku ingin mengucapkan terima kasih, atas segala kebaikan Nyonya.
Ny. Tini : (Heran) Aku senang kau tahu berterima kasih. Kau rupanya tidak
sebodoh yang kukira.
Imar : Aku ingin memberi tahu Nyonya, bahwa aku dapat dipercaya. Aku
tidak akan membuka rahasia nyonya.
Ny. Tini : Moga-moga tidak!
Imar : (Melihat kekanan dan kiri terlebih dahulu) Tadi malam aku menemui suami Lena sedang mencoba membuka pintu yang menuju tangga ke loteng. Aku tidak mengintip dia. Aku lagi mau menunjukkan hormatku pada Papa Toni.
Ny. Tini : Itu tidak Baik.
Imar : Dia memegang serangkaian kunci dan semuanya ia coba. Dia jengkel
sekali dan tak henti-hentinnya ia menyumpah. Ucapannya membuat aku
malu.
Ny. Tini : Apa katanya?
Imar : Dia memaksa aku bicara. Lalu ia mengatakan. Ia tahu bahwa setiap
malam ada orang yang membawa barang keatas. Kukatakan aku tidak
tahu apa-apa. Lalu ia percaya.
Ny. Tini : Selama ia masih mempercayai kau.
Imar : Ia membuat aku takut. Iia bersikap seperti drakula.
Ny. Tini : (Berdiri) Aku senang kau ceritakan padaku semuanya. Ini akan
kubereskan. (Pergi ke luar)

MAIL DENGAN EMOSI MENGHAMPIRI IMAR.


Mail : (Bertepuk) Selamat. Jadi begini caranya kau menjual sahabat.
Imar : (Ketakutan) Aku tidak menjual Tuan.
Mail : Dan aku percaya padamu!
Imar : Aku tidak tahu.
Mail : Kau tidak tahu, aku mendengarkan semuanya.
Imar : Moga-moga tidak ada yang salah yang kulakukan.
Mail : (Geram) Tidak…. Tentu saja tidak. Semuanya dengan nurani yang
bersih. Semunya untuk perusahaan binatu ini. Tapi aku bagaimana,
haaah!
(Menarik Imar) Kalungmu bagus. Siapa yang memberikannya.
Kau kan belum lupa.
Imar : Lepaskan aku!
Mail : (Memegang kalung Imar) Kalau kalung ini kupelintir seperti ini, apa
yang akan terjadi dengan kau. Hmm...?
Imar : Sakit….
Mail : Kasihan, aku betul-betul kasihan pada kau.
Imar : Mereka akan melihat kita.
Mail : Jadi kenapa?
Imar : Ingat anak Tuan yang belum lahir.
Mail : Justru aku ingat itu. Dan aku tidak mau, lonte seperti kau merugikan
dia.
Imar : Aku? Merugikan makhluk kecil itu?
Mail : Kalau begitu ceritakan siapa yang bersembunyi di loteng!
Imar : Istri Tuan tahu. Tanya saja padanya.
Mail : Perempuan kurapan itu. Dustanya sama saja dengan ibunya.
Imar : Semua yang aku tahu sudah kuceritakan pada Tuan. Betul.
Mail : Kau tidak mungkin sebodoh itu. Kalau aku tinggal di sini selama kau,
aku akan tahu apa yang terjadi di sini.
(Memeluk Imar) Kalau kau patuh, aku sayang padamu Imar….

NYONYA TINI MASUK. TERPERANGAH MELIHAT ADEGAN BARUSAN.

Ny. Tini : Jangan sampai terganggu. Jangan. Dalam rumahku sendiri. Oh…!
Mail : (Gelagapan) Oh, aku hanya …, sedang menceritakan sebuah film
padanya.
Ny. Tini : Ok. Mumpung kalian berdua ada di sini. Imar, tolong ceritakan kembali
apa yang kau lihat tadi malam.
Imar : (Melihat ke Mail) Siapa? Aku? Apa yang kulihat?
Ny. Tini : Ya, kau. Kau bersumpah padaku.
Mail : Ah, paling-paling dia cuma berolok-olok.
Ny. Tini : Biar dia bicara sendiri!
Mail : Kalau dia Ibu takut-takuti dia akan mengatakan apa saja.
Ny. Tini : (Pada Imar) Apa kau mau mengulangi apa yang kau ceritakan padaku.
Iya atau tidak?
Imar : Rasa-rasanya….
Ny. Tini : Apa maksudnya, rasa-rasanya….
Mail : Biarkan dia bicara. Ibu menakut-nakuti dia.

LENA MASUK

Lena : Ada apa? Apa lagi yang sudah ia perbuat?
Ny. Tini : Dia pura-pura bisu.
Mail : Ayolah, Imar. Bicara.
Lena : Apa artinya itu?
Mail : Ayo Imar. Katakan apa yang aku tahu.
Ny. Tini : Kalau kau tidak segera menjawab kau akan kuusir kembali ke jalan.
Mail : Itu ucapan yang tidak memerlukan jawaban.
Lena : Bicaralah, Imar…!
Imar : Jangan ganggu aku! (Dia lari)

* * *


Lena : Nah, itulah.
Ny. Tini : Kau mengancam dia. Aku Yakin.
Mail : Siapa? Aku?
Lena : Dia?
Ny. Tini : Tadi malam Imar menemuimu sedang mencoba membuka pintu
ke loteng.
Mail : Ah, betul.
Lena : Apa betul, Mail?
Mail : Kalau Ibu sendiri yang mengatakan seperti itu.
Ny. Tini : Nah, kan!
Mail : Aku salah seorang keluarga, ya atau tidak! Kenapa kalian sembunyikan
sesuatu padaku.
Ny. Tini : Tidak ada orang yang menyembunyikan apa-apa.
Mail : Aku terpaksa ke bar. Untuk Mendengar Papa Toni pernah masuk
penjara, tapi kalian tidak mau cerita apa-apa.
Ny. Tini : Itu kan lain.
Mail : O, jadi memang ada sesuatu? (Pada Lena) Kenapa kau tidak percaya
lagi padaku, istriku manis.
Ny. Tini : Kau jangan mau ia perbodoh-bodoh, Lena. Dia sedang main sandiwara.
Waktu aku masuk ia sedang mencium Imar.
Lena : Tidak benar kan?
Mail : Benar. Kenapa? Dengan begitu aku bisa tahu apa yang terjadi di rumah
ini. Aku sedang menggunakan cara pendekatan psikologis.
Lena : Psikologis?
Ny. Tini : Buat dia, itu namanya….
Mail : Aku mempercayakan diriku. Percayalah.
Lena : Ah, aku percaya.
Mail : Kau tahu, aku cuma ingat kau, sayang.
Lena : Ah, Mailku.
Mail : Ah, sayang kecilku.
Ny. Tini : Mengharukan, mengharukan. Tapi sekarang mari kita bicara biasa.
Setelah Papa Toni meninggal, kami memerlukan laki-laki di sini, kau
pantas diberitahu apa yang terjadi di rumah ini.
Mail : Nah, itu baru bagus.
Ny. Tini : Ada sesuatu yang ingin kuakui padamu, Mail. Kau berhak mengetahui
rahasia kami. Sebuah rahasia yang memalukan yang tidak boleh
diketahui orang luar.
Mail : Ya, Tuhan! Jadi Papa Toni!
Ny. Tini : Penjara, belum apa-apa. Tetapi ada noda yang tetap hidup, ada yang
hidup….
Lena : Noda yang tumbuh.
Ny. Tini : Ya, nasib memberikan ujian pada setiap orang. Sinar terang dan hujan.
Setiap kegembiraan besar mengandung kesedihan, (Menarik napas) dulu, aku dapat seorang anak laki-laki.
Mail : Anak laki-laki?
Ny. Tini : Ya, anak laki-laki. Waktu itu musim dingin. Aku melahirkan seorang
anak laki-laki di bagian pertama rumah sakit Ibu Hati Luka. Waktu aku
sadar, bayi itu tidak ada di sampingku. Aku berkata pada diriku sendiri
“Daniel kecil tentu sudah mati”. Tapi Daniel tidak mati, lebih celaka
dari mati.
Mail : Lebih celaka dari mati?
Ny. Tini : Ia cacat, ia bernoda. Dia tidak akan pernah jadi anak biasa.
Lena : Keadaanya, sangat tidak biasa.
Ny. Tini : Hingga ia dibesarkan diam-diam di kamar loteng. Dia kami perlakukan seperti anak-anak. Dia memang masih anak-anak.
Lena : Dia tidak mati. Makhluk-makhluk seperti itu, punya nyawa yang gigih sekali.
Ny. Tini : Ya, Mail. Itu rahasia kami yang menyedihkan, noda kami. Kini kau
mengerti kesusahan kami.
Mail : Tentu.
Lena : Kau ingin tahu semuanya, kan. Nah, kini kau juga ikut berdosa!
Mail : Berdosa?!
Lena : Kau sudah termasuk.
Mail : Tidak. Kau boleh simpan rahasia kotormu untuk dirimi sendiri. Kau
membuat aku sakit. Aku sehat, aku biasa!
Ny. Tini : Nasib, Mail. Ingat nasib.
Mail : Tapi aku tidak bersalah apa-apa.
Ny. Tini : Dan aku sudah sepantasnya menerimanya. Ya, katakan saja Mail.
Mail : Aku tidak berkata begitu.
Ny. Tini : Ya, memang. Aku sudah sepantasnya menerimanya. Aku telah berdosa
aku telah mengotori binatu kita yang indah.
Lena : Mama.
Ny. Tini : Tapi aku sudah membayarnya. Lihat aku, Mail. Buatlah aku jadi contoh.
Mail : Tapi sekarang belum terlambat untuk diperbaiki.
Lena : Anakku yang akan melanjutkan binatu ini.
Ny. Tini : Ya, Nak. Masih ada harapan.
Mail : Dia akan jadi anak yang kuat. Kujamin. Lihat saja ayahnya.
Ny. Tini : Ya kau benar, kita harus melihat ke masa depan, pada anak yang akan
lahir. Hidup harus berlangsung terus.
Mail : (Mendekap Lena) Ya, selalu begitu.
Ny. Tini : Karena itu kau harus bekerja keras, Mail. Soalnya adalah soal kemauan.
Lena : Kau nanti akan terbiasa. Kau berkewajiban terhadap anakmu untuk
menghilangkan noda itu.
Mail : Eit, tapi aku tidak bertanggung jawab atas itu.
Lena : Aku sudah katakan, kau kini terlibat.
Ny. Tini : Binatu ini harus berjalan terus.
Lena : Binatu masa depan.

NYONYA TINI KELUAR


***

Mail : Aku tidak tahu, ibumu begitu emosional.
Lena : Dia selalu sial.
Mail : Ya, tapi itu kan bukan alasan untuk memburu-buru orang. Dia
merongrong aku dengan kegairahan kerjanya.
Lena : Dia cuma mengingat anak kita.
Mail : Istri kecilku. Aku beruntung sekali punya kau.
Lena : Aku akan melakukan apa saja untukmu, sayang.
Mail : Apa saja?
Lena : Ya, katakanlah.
Mail : Apa kau tidak bisa terka?
Lena : Tidak.
Mail : Hmm, berikan kunci itu padaku.
Lena : Kunci apa, sayang.
Mail : Kunci ke kamar loteng.
Lena : (Mengundurkan diri) Oh, Begitu. Jadi kau menginginkan kunci.
Mail : Kenapa? Apa salahku?
Lena : Kau tidak percaya pada kami.
Mail : Baik, berikan kunci itu.
Lena : Kau pura-pura.
Mail : Kau cuma dongeng padaku.
Lena : Ibu benar.
Mail : Kau mau berikan, ya, apa tidak?
Lena : Kau jangan membentak.
Mail : Ayolah, berikan padaku.
Lena : Minta baik-baik.
Mail : Sayang….
Lena : Seperti pada hari perkawinan kita.
Mail : Sayang kecilku, berikan kuncinya. (Style Romeo-Juliet)
Lena : Hmm, tidak ada padaku. Ibu yang simpan.
Mail : Argh..! (Menarik napas) Tolong kau ceritakan yang sebenarnya. Aku
tidak mengerti kenapa aku tidak boleh memegang kunci itu.
Lena : Kau ingin melihat adikku, untuk memperolok-olok kami.
Mail : Tidak. Tapi aku puas, hinaan yang kuterima dapat kuimbangi dengan
itu. Aku bisa ketawa sendiri ingat padanya, jika ibumu lagi berlagak.
Lena : Semestinya, ia tidak menceritakan yang sebenarnya padamu.
Mail : Kau ingin aku kerja setengah mati, tapi kau tidak memberitahukan
rahasia keluarga ini.
Lena : Ingat anak kita, Mail.

NYONYA TINI MASUK MEMBAWA KERANJANG CUCIAN.

***

Ny. Tini : Aku lihat kau kerja seperti biasa.
Mail : Ah, aku sudah bosan. Ingat! Hhh, rasanya aku perlu ke luar malam ini
untuk beristirahat.

MAIL KE LUAR
Lena : Aku berasa gatal di dalam. Tentu darah yang memberikan makan
anakku. Tiba-tiba ia bergerak.
Ny. Tini : Darah adalah lambang dosa. (Mulai kembali kerja)
Lena : Ia bergerak. Apa Ibu mengerti? Aku merasa ia bergerak.
Ny. Tini : Oh. Kalau kau kira kami akan gembira.
Lena : Menurut Ibu harapan selalu ada.
Ny. Tini : Aku berhak untuk merubah pendirianku.
Lena : Ibu seperti aku…, punya firasat.
Ny. Tini : Kita adalah korban dari sebuah persekongkolan yang jahat, nak!
Lena : Ibu, tadi malam aku bermimpi buruk.
Ny. Tini : Kau tidak perlu percaya pada takhyul.
Lena : Aku bermimpi, Mail bertemu Daniel. Mereka bertemu di sebuah lorong
lumut. Danil berjalan seperti orang tidur dengan tangan ke depan. Orang-orang berteriak-teriak dan kita juga berteriak-teriak.
Ny. Tini : Lalu?
Lena : Sudah itu. Akh, aku lupa. Tapi ngeri sekali.
Ny. Tini : Kau lihat kan? Akhirnya selalu buruk.
Lena : Aku bangun dan tanganku dingin. Dan hari ini Mail minta bertemu
Daniel. Apa ibu sadar, apa itu?
Ny. Tini : Kita tidak akan pernah merasa damai, Lena.
Lena : Kini aku takut. Jangan-jangan
Ny. Tini : Apa?
Lena : (Memegang perutnya) Jangan-jangan anakku mirip Daniel
Ny. Tini : Jangan bicara begitu. Kau jangan ingat-ingat itu. Apa kau gila?
Lena : Bagaimana, kalau itu sudah merupakan keturunan.
Ny. Tini : Diam, jangan ingat-ingat.
Lena : Tapi bisa turun-temurun kan?
Ny. Tini : Bukan. Semua itu salahku. Aku yang bertanggung jawab atas keadaan
Daniel.
Lena : Biarpun begitu. Bagaimana kalau dosa Ibu masuk darah anakku?
Ny. Tini : Tidak. Tuhan tidak akan izinkan. Aku sudah cukup banyak membayar karena perbuatanku. Cucian sudah selesai. Noda sudah hilang. Dan cucian kini terjemur putih dan bersih dalam sinar matahari.
Lena : Dalam sinar matahari….
Ny. Tini : Kini tidak ada lagi yang perlu kita takutkan. Anakmu selamat, Tuhan telah melimpahkan kemarahannya pada Daniel, pada Daniel dan aku. Kadang-kadang aku heran darimana aku peroleh kekuatan untuk hidup terus. Apa tidak lebih baik gunting pakaianku kupakai untuk menikam jantungku.
Lena : Ibu.
Ny. Tini : Tapi aku seorang pengecut. Aku takut apa yang akan mereka perbuat padaku.
Lena : Ibu benar, sebetulnya lebih baik kalau dia mati.
Ny. Tini : Tapi sebaliknya, kita hidup terus dengan luka menganga. Dan akhirnya kita terbiasa. Ia merupakan luka yang kita rawat, pelihara. Kini ia sudah jadi kemewahan. Aku akan celaka tanpa dia.
Lena : Tapi Ibu akan bebas. Ibu dapat menyerahkan binatu ini pada kami dan membeli peternakan yang Ibu rindukan. Oh, sekiranya dia mati. Sekiranya semua sudah berlalu.
Ny. Tini : Dalam abad kemajuan ini, mesin-mesin cuci akan menghancurkan kita.
Lena : Mimpi ngeri ini akan berakhir.
Ny. Tini : Jika binatu ini kita jual, hasilnya tidak akan ada.
Lena : Kita bisa pergi bersenang-senang.
Ny. Tini : Mesin-mesin cuci otomatis, yang membuat usaha kita ini hancur. Mesin merusak cucian. Mereka baru akan tahu kalau kita tidak ada.
Lena : Kita bisa segera pergi. Kita beli peternakan dan sebuah mobil untuk Mail.
Ny. Tini : Mobil untuk Mail! Dibayar dengan apa, dengan menjual binatu ini? Kau lupa Daniel masih di atas sana.
Lena : Ia bisa bepergian. Mengunjungi negeri ini. Dan anak-anak kecil akan ternganga melihat dia sepanjang hari. Dan barangkali pada suatu hari, di salah satu tempat terpencil, ada gadis dengan selera aneh jatuh cinta padanya.
Ny. Tini : Di mana-mana pun tidak ada, Nak. Siapa yang kau inginkan. Oh, aku menarik napas lega tatkala Mail setuju untuk mengawini kau. Aku bersedia memberikan kau pada tukang rombongan mana saja yang kebetulan lewat.
Lena : (Ternganga, berurai airmata ) Aku mau pergi. Aku tidak mau ketemu Ibu lagi. Ibu boleh tinggal di sini, Membusuk bersama raksasa Ibu.
Ny. Tini : Daniel bukan raksasa, Daniel adalah saudaramu.
Lena : Bohong, aku betul-betul bertanya siapa yang sudah meniduri ibu pada hari termasyur itu hingga hasilnya begitu rupa?
Ny. Tini : Pergi kau dari sini. Kau dengar? Ke luar dari perusahaan binatuku.
Lena : Mail! Mail!
Ny. Tini : Enyah, enyah kalian berdua. Aku akan cari orang lain untuk melanjutkan tradisi kita. Jangan khawatir. Tapi satu hal, aku bisa katakan :Kau tidak boleh menyentuh binatu masa depan, kapan pun juga. (Dia ke luar)
Lena : Aku benci pada ibu. Aku benci. Ibu cuma baik untuk menganakkan iblis.
Imar : (Bicara pada diri sendiri) Aku lupa memutuskan tali setrika. Nyonya Tini benar. Bukan mustahil aku mengakibatkan kebakaran.
Lena : Silahkan. Bakar semuanya.
Imar : O, kau membuat aku takut.
Lena : Mail telah mengatakan semuanya.
Imar : Tentang apa?
Lena : Kau berputar-putar mengelilinginya bagai seekor anjing betina yang gatal. Awas, kalau sekali aku dapat menangkap kalian. Matamu akan kukorek.
Imar : Bukan aku yang salah, aku tidak bisa apa-apa.
Lena : Kau gelandangan. Ibuku memungut kau dari lumpur, kami kasihan padamu. Kau betul-betul tak tahu terima kasih.
Imar : Kau tidak boleh marah. Ingat anakmu.
Lena : Bayiku urusanku. Bukan urusanmu
Imar : Aku tidak mau dia sakit, sayang kecil itu.
Lena : Jangan coba-coba bujuk aku. Kuulangi. Kau kularang berhubungan dengan suamiku. Mengerti? Aku pernah melihat kutu busuk yang lebih cantik dari kau.
Imar : (Tersenyum bodoh) Di situ letak perbedaan kita. Aku belum pernah melihat kutu busuk.
Lena : Kau akan mematuhi ibuku? ( Menjambak Imar )
Imar : Jangan ganggu aku.
Lena : Jangan khawatir. Suamiku dan aku akan pergi dari rongsokan ini.
Imar : Kau akan meninggalkan binatu ini?
Lena : Ya. (Mail masuk membuka baju dan melemparnya ke Lena ) Lagi-lagi, coba lihat, sekarang aku harus memcucinya.
Mail : Itu kan tidak sulit. Ini binatu (Lena melempar baju itu pada Imar)
Lena : Aku tidak mau tinggal di binatu ini. Ibuku telah menghina aku.
Mail : Menghina kau? Kau gila? (Tiba-tiba ia menyadari kehadiran Imar) Imar…, kapan kau akan menghentikan kebiasaanmu untuk menguping di balik pintu!
Imar : Tapi di sini, tidak ada pintu. (Dia ke luar)
Lena : Mail, aku kesal sekali. Ibu memperlakukan aku sebagai pelayan.
Mail : Tenang. Tenang, sayang. Jangan sampai lupa diri. Lihat aku!
Lena : Aku tidak mau mengurus saudaraku lebih lama, kita harus pergi dari sini.
Mail : Kau lupa sesuatu.
Lena : Apa?
Mail : Laba. Perusahaan binatu. Kau sendiri yang berkata anak kita yang akan
mewarisinya.
Lena : Oh, begitu. Itu bukan alasan untuk menahan segala-galanya.
Mail : Apa kau punya kerja? Apa aku punya kerja? Mengikatkan palang pintu
saja aku tidak bisa.
Lena : Tapi kau seorang montir ketika aku ketemu kamu.
Mail : Ya, montir biasa. Tapi aku belum pernah mengerjakan mobil.
Lena : Ya, kau belum pernah mengerjakan apa-apa. Kau kasmaran dari….
Mail : Hust! Jangan bicara kotor. Ini kan bisa kita bicarakan sebagai orang
beradat. Nah, seperti yang kukatakan, apa yang bisa kita lakukan
tanpa binatu ini?
Lena : Aku bisa menyeterika. Aku bisa menambal kemeja.
Mail : Dan aku barangkali harus bekerja di pabrik. Pukul enam. Teng. Bunyi
lonceng. Tidak, terima kasih.
Lena : Tunggu dulu. Aku punya akal.
Mail : Kau punya? Apa?
Lena : Sirkus!
Mail : Kenapa sirkus?
Lena : Barangkali kita berdua bisa bekerja di sana.
Mail : Kau mau naik kuda pakai baju gemerlapan dengan punggung terbuka.
Apa kau pernah lihat mukamu di kaca?
Lena : Aku bisa menambal pakaian dan menyeterika, dan kau, kau cocok
untuk menjadi penjinak singa.
Mail : Penjinak singa? Tidak menarik untukku.
Lena : Betul, pikirkan dulu. Sirkus. Apa kau tidak tertarik?
Mail : Tentu saja. Aku selalu memimpi-mimpikan hidup seperti itu. Bahkan
waktu aku masih kecil aku sering melihat poster-poster badut dan gajah
sampai mataku berkunang-kunang.
Lena : Kau lihat! Aku punya akal yang baik.
Mail : Ya, tapi buat apa kita bagi mereka? Semua lowongan sudah terisi.
Lena : Barangkali belum.
Mail : (Mulai memikirkan usul itu) Sebetulnya aku sudah ketemu dengan
direktur sirkusnya. Aku bahkan bisa menganggapnya sahabat. Kemarin
kami minum sama-sama.
Lena : Kalau begitu beres. (Tiba-tiba dapat ide) Hei, begini.
Mail : Ada lagi saran lain?
Lena : Saran yang sangat luar biasa.
Mail : Apa?
Lena : Lihat saja nanti. (Lari ke luar)
Mail : Lena, ayolah katakan. (Mengejar Lena)

BLACK OUT


*****

PANGGUNG SAMA. TAPI KAIN JEMURAN TELAH DIGANTI DENGAN KAIN PUTIH SEMUANYA. IMAR SEDANG MENCUCI. NYONYA TINI MASUK LALU MENDEKATI IMAR.


Ny. Tini : Bagaimana?
Imar : Bagaimana…. ( Tetap melakukan aktifitasnya)
Ny. Tini : Pintu sudah kau kunci?
Imar : Ini kuncinya. (Ny. Tini menerima lalu mengambilnya)
Ny. Tini : Apa dia mengatakan sesuatu tentang aku?
Imar : Aku tidak ingat.
Ny. Tini : Kalau kau mau selamat lebih baik kau cepat-cepat ingat. Untuk apa kau
kugaji!
Imar : (Ketakutan) Aku tidak mengerti ucapannya. E, maksudku pembicaraannya tidak bisa dimengerti.
Ny. Tini : Ulangi kata demi kata, soal mengerti atau tidak itu urusanku.
Imar : Maaf, aku tidak mau lagi. Aku sudah lelah jadi mata-mata.
Ny. Tini : Kenapa kau? Kau jangan mengada-ada.
Imar : Apa yang kuperbuat, tidak jujur.
Ny. Tini : Sebentar, nona. Jangan lupa untuk apa kau kugaji. Kau di sini untuk
ditiduri anak laki-lakiku. Kau berkewajiban untuk membebaskannya
dari semua ketegangan seksuilnya.
Imar : Aku tidak mau berdusta terus menerus padanya, Nyonya.
Ny. Tini : Tapi ini untuk kebaikannya. Untuk itu kita di sini, Imar. Untuk
menyelamatkan dia.
Imar : Menyelamatkan dia dari apa? Apa yang dia harapkan dari hidup?
Ny. Tini : Barangkali tidak ada yang bisa ia harapkan, tapi dia tidak punya
apa-apa.
Imar : Dia sama malangnya dan menderitanya seperti aku.
Ny. Tini : Penderitaan memerlukan kawan. Jadi apa soalmu?
Imar : Untuk kami tidak ada masa depan.
Ny. Tini : Kau bisa pergi sebentar-sebentar, kau bisa jalan-jalan keluar kota. Kau
bisa lihat dunia luar. Kau bebas keja sehari setiap minggu.
Imar : Ralat! Setengah hari.
Ny. Tini : (Kesal) Kau hanya memikirkan dirimu saja. Kau harus pikirkan bagaimana keadaanya. Ia tidak bisa pergi kemana-mana. Ia tidak bisa
bertemu siapa-siapa.
Imar : Aku hanya tidak mau menyakiti dia.
Ny. Tini : Siapa yang mau menyakiti dia? Nak, aku sudah berusaha keras untuk
menjelaskan padamu. Aku bukan musuhnya. Apa kau tidak percaya?
Imar : Entahlah.
Ny. Tini : Yang mau kuusahakan, hanya melindunginya. Kebahagiaan untuknya.
Imar : Ia ingin sekali jalan-jalan. Jadi seorang petualang, yang hidup dari
kacang dan buah-buahan.
Ny. Tini : Kacang dan buah-buahan. Tahi kucing! Dia kehilangan akal sehatnya.
Dan kau diam saja? Dungu!
Imar : Dia minta aku ikut bersamanya. Kalau mendengar ia bicara begitu aku
bisa menangis.
Ny. Tini : Bebal! Sudah setua ini masih saja belum henti-hentinya siksaan dan
hal-hal yang menjengkelkan.
Imar : Ada bermacam-macam cinta, Nyonya. Yang Nyonya tidak bisa mengerti.
Ny. Tini : Berani betul kau. (Marahnya ditahan) Baik, kau tunggu saja.
Imar : Aku juga punya perasaan.
Ny. Tini : Cukup. Berani kau bicara tentang perasaan, setelah apa yang kulakukan
untukmu. Baiklah, karena kau tidak lagi bersedia menikmati kemurahan
hatiku, silahkan pergi. Siapkan barang-barangmu. Besok kau boleh
mulai bergelandangan lagi. Kalau Daniel….
Imar : Nyonya jangan menyakiti dia.
Ny. Tini : Aku ibunya!
Imar : Daniel tidak senang kalau aku pergi.
Ny. Tini : Dalam hal ini aku berhak memberikan keputusan nona muda.
Imar : Nyonya tidak akan bisa menghancurkan percintaan kami.
Ny. Tini : (Terdiam melihat kesungguhan Imar) Kau sungguh-sungguh?
Imar : Dialah satu-satunya milikku, Nyonya.
Ny. Tini : Baik. Sekarang pergi tidur. Besok kita lihat. Aku mau bicara dulu dengannya sebelum tidur.
Imar : (Dengan ketakutan tiba-tiba) Tapi dia sudah tidur.
Ny. Tini : Kataku pergi! Aku tahu apa yang harus kukerjakan. Kau tidak usah
khawatir. (Pergi ke luar)
Imar : (Sangat cemas dan ketakutan) Daniel, di mana kau? Daniel…. Daniel!

IMAR BERPUTAR-PUTAR MASUK KE DALAM LABIRIN KAIN YANG TERJEMUR


Mail : Apa kau lagi bicara sendiri? Hati-hati, jam begini gadis seumuran kau semestinya sudah berada di tempat tidur.
Imar : Kau habis minum. Lebih baik kau tidur.
Mail : Kau yang mestinya tidur. Apa kau tidak lihat aku ada urusan dengan
tuan ini. Pergilah!
Imar : Nyonya sedang di atas. Dia sebentar lagi akan turun.
Mail : Ah, mertuaku lagi menemui dia di atas.
Arman : (Kecewa) Jadi kita tidak bisa ketemu dia?
Imar : (Berbisik pada Mail) Nyonya sebentar lagi turun.
Mail : (Pada Arman) Aku harus dapat kunci itu. Ke mana istriku?
Imar : Kau merencanakan sesuatu. Aku tahu.
Mail : Pergi cuci piring!
Imar : Kau bermaksud jahat.
Mail : Cukup. Pergi tidur!
Imar : Aku mau tahu. Dia bukan dari sini. Aku belum pernah lihat dia.
Mail : Tentu saja tidak. Dia orang kaya. Orang penting. Mengerti!
Arman : Kenapa kita harus menunggu. Aku sudah seharian bekerja. Aku lelah.
Aku mau tidur.
Mail : Bagaimana kalau kita minum kopo terlebih dahulu.
Arman : Baiklah, sedikit saja. Aku tidak mau tinggal lebih lama. Aku
bertanggung jawab atas delapan puluh artis.
Mail : Kesempatan seperti ini tidak bisa Tuan lewatkan begitu saja. Tunggu
di sini.
Arman : Aku, bersembunyi? Tidak. Aku mau berhadapan muka. Semua kartu
harus terbuka, begitu mottoku.
Mail : Aku mau mencari istriku. Dia harus mengusahakan kunci itu.
Arman : Barangkali dia sudah lari bersama daganganmu! (Tertawa terbahak)
Mail : Lucu, lucu sekali, Tuan. Tunggu di sini aku akan segera kembali.
(Ia pergi)
Arman : Kau kerja di sini (Pada Imar)
Imar : Ya.
Arman : Sebagai pembantu, tentu saja.
Imar : Ya, pembantu!
Arman : Tidak masuk akal kau bisa puas dengan kedudukanmu yang sangat
rendah. Betul-betul tidak masuk akal.
Imar : Kami diperlukan. Orang-orang kaya memerlukan kami.
Arman : Rupanya jiwa kau terlalu bersahaja.
Imar : Memang harus seperti itu.

*****

MASUK MAIL DAN LENA.


Mail : Tuan, kenalkan istriku. Sudah selesai berkemas. Siap untuk berangkat.
Arman : Tunggu sebentar. Aku mau lihat barang itu dahulu.
Lena : Barang-barangmu sudah kukemaskan. Tapi aku belum lagi tentukan
baju mana yang akan kupakai.
Mail : Dia akan merupakan tontonan yang menarik.
Arman : Aku tidak tertarik pada badut-badut. Baik mari kita selesaikan. Mana
makhlukmu itu.
Lena : Tuan akan kaget.
Mail : Apa ada yang belum aku tahu.
Lena : Coba terka!
Arman : Nyonya, sekarang ini aku tidak berkeinginan main seperti anak-anak.
Mail : Ayolah lena. Jangan berolok-olok dengan Tuan Arman.
Arman : Aku bertanggung jawab atas delapan puluh artis.
Mail : Lekaslah, ibumu sebentar lagi turun.
Lena : (Dengan perasaan tersinggung) Ibuku boleh pergi ke neraka kalau
dia mau.
Arman : Kuminta nyonya supaya langsung ke titik persoalan.
Lena : Baik. Ini foto Daniel.
Arman : Berikan padaku. Ah, aku jadi tidak enak badan. Cepat tolong kursi.

NYONYA TINI MASUK DENGAN CARA KEBESARAN SEORANG AKTRIS
TRAGEDI.


Ny. Tini : Kenapa? Ada adegan lucu barangkali yang terganggu karena
kedatanganku. (Melihat tas Lena) Kau mau pergi?
Lena : Ibu telah menghina aku. Kehormatanku sebagai seorang wanita dan
calon ibu.
Ny. Tini : Ah, tahi kucing! (Pada Arman) Dan Tuan, Tuan siapa dan mengapa Tuan berpakaian aneh seperti ini?
Arman : Nyonya, aku Tuan Arman. Direktur sirkus yang sedang main di kota ini. Aku bertanggung jawab atas delapan puluh artis.
Mail : Ya, Ibu. Tuan ini adalah direkturnya.
Lena : Direktur sirkus, Ibu.
Ny. Tini : Oh, begitu. Apa aku harus kagum?
Arman : Aku adalah direkturnya, Nyonya.
Ny. Tini : Aku tidak tertarik sama sekali.
Arman : Begini Nyonya, Nyonya seharusnya bangga. Karena sebentar lagi aku
akan memberikan pada Nyonya sebagian dari saat terbesar dalam
hidupku. Betul, Nyonya. Aku tidak melebih-lebihkan. Sebentar lagi
berkat bantuan Nyonya, aku akan menjadi manusia yang paling
berbahagia. Nyonya akan melihat dengan mata Nyonya, seorang laki-
laki yang telah Nyonya hadiahi kebahagian dalam kekinian dan
harapan untuk masa depan.
Ny. Tini : Tuan sedang mabuk rupanya.
Arman : Tidak Nyonya, bukan mabuk yang telah membuat pikiranku berkabut.
Kebahagian yang Anda lihat adalah nyata.
Ny. Tini : Soalnya apa, Tuan. Tolong, jelaskan secara langsung saja.
Arman : Nyonya. Anda memiliki harta karun bukan? Begini, Nyonya memilki
harta karunku. Tujuan terakhir dari hidupku. Anda menguasai sasaran
unik dari kerinduanku. Ah, alangkah bahagianya jadi ibu dari anak
seperti itu. (Ny. Tini berdiri dengan marah) Ya Nyonya. Nyonya telah menyembunyikannya. Anda telah memperlakukannya sebagai sesuatu yang menakutkan sebagai pria, sebagai makhluk yang mengerikan. Nyonya sudah keliru. Alangkah besarnya ketidakadilan. Kejahatan yang telah Nyonya lakukan. Aku datang kemari untuk mengumumkan kejadian besar, untuk menyiarkan berita kegembiraan. Karena siapa yang dapat melupakan ibu dari anak seperti itu.
Ny. Tini : Ke luar! Tuan kuperintahkan ke luar dari sini.
Mail : Tuan, sudah kuberi tahu mertuaku ini orangnya sulit.
Ny. Tini : Sekali lagi, ke luar! Apa Tuan tidak punya perasaan sama sekali
mempermainkan perasaan seorang ibu.
Arman : Aku menawarkan sebuah kontrak yang menarik. Anda harus mengerti
aku seorang seniman, bukan pedagang. Usaha ini akan kita batasi
dalam lingkungan keluarga. Tentu saja Anda sekalian harus menyertai
dia dalam perjalanan kemenangannya. Kalian akan jadi pengiring.
Kalau Anda ingin, Anda bisa disebut Ibu Suri.…
Ny. Tini : Aku? Ibu Suri? Aku tukang binatu.
Lena : Dan aku bisa dipanggil apa?
Mail : Dan aku? Aku akan dipanggil apa?
Imar : Dan aku?
Ny. Tini : Tuan kira, Tuan berhasil membuat aku lupa diri dengan kata-kata Tuan yang melambung-lambung itu? Aku sudah katakan, aku tukang binatu. Hanya itu. Sungguhpun begitu, tukang binatu bukanlah orang yang bodoh, Tuan!
Arman : Nyonya mungkin hanya seorang tukang binatu. Tapi sekaligus Nyonya adalah seorang ibu dari seekor makhluk agung. Sekarang ini, yang diperlukan hanya sekedar tanda tangan kecil.
Ny. Tini : (Menunjuk pada Lena dan Mail) Lihat mereka. Mata mereka menyala-nyala karena tamak dan mabuk keuntungan pribadi. Mereka telah kena umpan mereka.
Lena : Ibu aku mohon, aku sudah lama menginginkan sebuah mobil. Ibu,
katakan ya. Ibu dapat membeli mesin cuci otomatis kalau Ibu mau.
Coba bayangkan berapa banyak langganan yang bisa Ibu peroleh.(Menangis)
Ny. Tini : Mesin cuci perusak kain.
Lena : (Menangis) Tidak. Tidak benar.
Mail : Aku ingin kapal pesiar dan cerutu. Dan teropong untuk mengikuti
lomba kuda di pacuan kuda.
Ny. Tini : Apa kalian belum juga selesai berkomplot? Pertemuan rahasia ini
ditutup. Kalian menghabiskan listirikku. Dan besok Imar akan
terlambat bangun sedangkan dia harus bekerja.
Imar : Tapi, aku kan sudah nyonya pecat.
Arman : Ayolah, waktu bukan tidak terbatas. Selamat malam, Nyonya.
Pikirkanlah tawaranku tadi. Sampai besok.
Ny. Tini : Tuan tidak usah kembali.
TUAN ARMAN KE LUAR DIIRINGI MAIL DAN IMAR


Ny. Tini : Malam sudah larut, hari ini begitu melelahkan. Sudah waktunya kita
tidur. Pergilah tidur.
Lena : Aku mau menunggu Mail.
Ny. Tini : Tunggu dalam kamarmu.
Lena : Aku tidak bisa tidur, Ibu. Terlalu banyak yang kupikirkan.
Ny. Tini : Kalau begitu kerjakan persiapan untuk bayimu. Bahkan sepasang kaus
kaki pun belum ada yang kau selesaikan.
Lena : Anakku akan dapat membeli kaus kakinya sendiri.
Ny. Tini : Sudahlah, jangan berangan-angan, kerja! Pergi tidur!

LALU KEDUANYA KE LUAR

***


MAIL MASUK TERHUYUNG-HUYUNG

Mail : Oh, lantai ini berombak. Aku butuh secangkir kopi, Imar. Kopi! Kalau tidak aku pecahkan kepalamu. Ah, dia tidur. Dia sudah meninggalkan aku sama seperti yang lain. Sendiri dalam gelap. Sendiri. Yah, sendiri. Kalau tiba saatnya, setiap orang juga sendiri dalam hidupnya. (Ketakutan)
Daniel : (Di antara kain-kain) Kau tidak sendiri, Mail. Di dekatmu ada saudaramu.
Mail : (Lebih ketakutan) Jangan, jangan. Di mana kau?
Daniel : Antara kain-kain putih dan segar. Lihat aku. Lihat aku…. (Ke luar)
Mail : Ya, Tuhan. Tidak, tidak mungkin. Kita penah memainkan adegan ini
dalam kain-kain labirin ini. Semua darah tua ini terasa kembali
di mulutku waktu aku melihat kau.
(Mail berlutut di hadapan Daniel) Sekarang kau memberikan cahaya itu. Kau memberikan surga itu. Peluk aku. Peluk aku.
Daniel : Aku tidak memberikan apa-apa padamu.
Mail : Kau telah menghapus segala-galanya. Kau mencuci semua sampai
bersih.
Daniel : Kita hampir-hampir tertidur.
Mail : Darah itu masih mengalir di tanganku. Pisau itu menghujam jantungnya. Darah itu harus kau hilangkan. Kau harus menyelamatkan aku. Kau harus jadi hewan dalam mimpiku. Hancurkan tubuh yang mati. Minum darahnya. Hapuskan kejahatanku. Selamatkan aku, Daniel.
Daniel : Tenanglah, coba lupakan.
Mail : Tidak, tidak bisa. Kita berdua bisa mati di kamar ini. Selamatkan aku
Daniel. Aku akan melakukan apa saja untukmu. Aku bersedia menjadi
budakmu. (Ia menangis, bersujud)

MASUK TUAN ARMAN DAN TERPERANGAH.

Arman : Astaga, memang betul. Aku tidak dibohongi.
: Maafkan kedatanganku dalam malam selarut ini. Tapi aku membawa
kabar gembira. Aku sudah menghadap walikota dan ia sudah
mempersiapkan pesta besar di depan binatu kita ini esok hari. Ini
sangat ajaib. Lihatlah, Mail menangis. Bersujud.
Daniel : Ibu, siapa laki-laki ini? Dia mengira aku sebagai orang keramat.
Ny. Tini : Ah, kau lebih dari keramat. Lihatlah kau telah menimbulkan keajaiban. Mail yang seorang srigala telah kau rubah jadi seekor domba.
Daniel : Aku tidak merubahnya. Ia cuma pingsan.
Arman : Kau jangan sekali-kali meragukan kesanggupanmu, Nak. Itu akan
membawa celaka.
Ny. Tini : Dia benar, Daniel. Aku telah sangat berdosa mengurung kau di antara
jemuran. Padahal kau mempunyai kekuatan yang harus dibanggakan.
Arman : Sementara Nyonya mencuci kain, dia mencuci dosa Nyonya. Ia hanya
perlu mengembangkan tangannya dan semua akan dicuci hingga
bersih.
Ny. Tini : Lena…. Lena. (Berteriak memanggil) Ke mari cepat! Keajaiban telah datang. Mail telah berubah.
Lena : (Di luar) Ada apa?
Ny. Tini : Datang ke mari supaya kau lihat sendiri.
Lena : (Di luar) Dia mabuk?
Ny. Tini : Dia lagi berdoa.
Lena : (Di luar) Aku tidak percaya. Aku segera datang. Jangan biarkan dia
bergerak.
Ny. Tini : Mana Imar? Kita juga memerlukan ia. (Berteriak) Imar.… Imar! Kita semua harus mencuci diri kita di hadapan Daniel.


DATANG LENA DISUSUL OLEH IMAR




Arman : Si penyelamat telah datang. Saat si buta akan melihat. Si bisu dapat
berbicara. Kita harus mengakui dosa kita di hadapannya.
Ny. Tini : Ya, aku akan mengakui segala dosa-dosaku di hadapannya.
Daniel : Ibu, apa-apaan ini!
Lena : Aku juga akan mengakui semuanya.
Ny. Tini : Sekarang belum giliranmu. Aku akan membacakan nodaku. Aku telah
melumuri kain putihku dengan noda. Pada sebuah sirkus besar, dua
puluh lima tahun yang lalu. Di antara segala yang aneh, berdiri hewan
liarku yang tampan, suatu kekosongan yang gersang menarik aku
ke arahnya. Akhirnya aku tiap hari mendatanginya. Aku demam cinta.
Aku penuh dengan mimpi buruk.
Lena : Kini giliranku.
Daniel : Diam kalian berdua!
Ny. Tini : Setiap hari aku berlari ke kandangnya, bahkan aku hendak akan
membunuh suamiku, Toni, agar aku dapat bersamanya terus. Aku
terkapar. Lalu ia setuju untuk menciptakan saat yang mengikat kami
untuk selamanya. Waktu sirkus itu meninggalkan kota ini, Daniel,
kau kukandung di bawah jantungku dengan penuh rasa kasih sayang
dan ketakutan.
Daniel : Cukup! Apa Ibu tidak tahu malu.
Lena : Kami benci pada kau sejak semula.
Ny. Tini : Jangan percaya padanya. Aku selalu cinta padamu.
Lena : Bohong. Ibu mengatakan, kalau dapat menyingkirkan ia dari hidup Ibu, Ibu akan bahagia.
Ny. Tini : Aku tidak sungguh-sungguh waktu itu.
Lena : Oh, kami jahat, Daniel.
Ny. Tini : Kau harus menyelamatkan kami.
Daniel : Tidak…, tidak! Aku tidak mau! (Lari ke luar)
Arman : Kini, seluruh dunia akan menanti-nantikannya.
Imar : O, Daniel sayangku. Semua orang memerlukan ia.
Mail : (Tiba-tiba terbangun) O…, barangkali aku sudah banyak minum. Aku melihat yang aneh-aneh.
Arman : Pagi sudah merekah.
Imar : Berkat Daniel.
Lena : Binatu masa depan.
Ny. Tini : Terima kasih, Tuhan! (Histeris)

BLACK OUT

*****

PANGGUNG SAMA KEESOK HARINYA. SEMUA ORANG BEKERJA MEMBERESKAN BINATU SEAKAN-AKAN ADA SEBUAH PESTA YANG AKAN BERLANGSUNG MERIAH. TAPI TAK ADA DANIEL DAN IMAR.

Arman : Semuanya diam, dan dengarkan. Sebentar lagi kita akan bertemu
dengan orang yang keramat. Dan aku akan jelaskan padanya peranan
apa yang akan ia mainkan dalam upacara ini. Seluruh kota, bahkan
seluruh negeri menanti kedatangannya. Perkenalan yang gegap
gempita. Daniel akan mengembangkan tangannya yang suci dan orang banyak akan berlutut, bersih, disucikan, sehat dari segala penyakit. Seluruh masyarakat akan lahir kembali, bangun ke dalam kehidupan penuh cinta, di mana orang miskin tersenyum dan bergandengan tangan dengan orang kaya penuh rasa belas. (Melihat ke Lena) Mana saudaramu?
Ny. Tini : Daniel! Imar! Di manapun kalian, tolong perlihatkan diri. Semua
orang menunggu kalian. (Ke luar mencari Daniel)
Arman : Ke mana mereka? Aku bisa hancur. Semua modalku beku dalam usaha ini. (Memandang ke luar) Di luar orang mulai gelisah. Orang-orang tidak mungkin disuruh menunggu lama-lama. Dalam hal-hal seperti ini, soal waktu penting sekali.
Ny. Tini : (Di luar) Astaga, mereka melarikan diri!
Arman : Apa? Apa dia tidak sadar kesempatan yang kutawarkan padanya.
Lena : Ini salah Imar! (Dia mendekati Mail yang duduk dengan tatapan
kosong) Mail! Jangan termenung saja. Ambil tindakan, Daniel sudah
lari.
Mail : Apa katamu?
Lena : Daniel lari bersama Imar!
Mail : (Tiba-tiba ketakutan) Lari? Dia tidak berhak untuk lari. Dia tidak boleh meninggalkan aku. Daniel. Daniel! (Dia pergi seperti orang kesurupan)
Lena : Mail, tunggu. Kenapa kau? (Pada Arman) Daniel rupanya sudah
memukau dia.
Arman : Moga-moga saja ini tandanya dia mempunyai kekuatan.

NY. TINI MASUK SAMBIL MENARIK TALI YANG MENGIKAT KEDUA TANGAN DANIEL.

Ny. Tini : Ini adalah yang terakir kalinya, mengerti! (Menyerahkan tali pada
Arman)
Arman : Ke mana saja kau, orang sudah banyak menanti.
Lena : Apa kalian lagi main kucing-kucingan?
Arman : Kau tahu, kau sangat dibutuhkan oleh orang banyak. Kau harus
bekerja sama. Kau harus memainkan perananmu dengan baik di depan orang banyak.
Daniel : Biarkan aku dalam hutan kelamku, kain-kain jemuranku yang
mengering dan menyembunyikan aku dari mata dunia. Aku tidak
dilahirkan untuk dipertontonkan!
Arman : Semuanya akan beres. Percayalah! Kau akan dapat membuat hutan
buatan sebanyak yang kau inginkan penuh dengan kain-kain
jemuran.

IMAR DATANG


Imar : Kau tidak apa-apa, Daniel? Danie,l sayang. Mereka apakan tanganmu. (Ia berbalik pada Ny. Tini) Lepaskan ia, apa Nyonya tidak lihat tangannya sakit!
Arman : Tentu. Kelupaan. Imar, tolonglah bujuk Daniel agar ia mau
menuruti apa perintahku. Ini untuk kebaikan ia juga dan juga untuk
kebaikan binatu ini.
Ny. Tini : Dia tidak akan menolak permintaanmu.
Imar : Daniel, Daniel sayang. Kau mengerti kan? Kau akan bebas. Kau akan meninggalkan binatu ini untuk selama-lamanya dan mengakhiri
hidupmu di loteng yang penuh derita. Semuanya akan berjalan baik.
Karena cinta kita akan mengatasi segala-galanya.
Daniel : Memilih tinggal di loteng atau bepergian dalam sangkar emas. Dua-
duanya tidak memberikan kebebasan. Aku ingin hidup bebas. Bebas
di alam terbuka.
Arman : Memang demikian adanya, Nak! Kau sangat diperlukan. Kau adalah
sebuah mukzijat.
Daniel : Mereka yakini aku semacam dewa palsu. Mereka tidak mengerti aku.
Imar : Tapi aku mengerti kamu, Daniel. Aku akan mengajarkan tentang segala hal yang kau butuhkan.

(SUARA ORANG-ORANG SEMAKIN KERAS. LENA MASUK)

Lena : Ibu, orang di luar makin lama makin banyak. Mereka berteriak-teriak.
Arman : Keributan orang-orang banyak? Itu tidak baik. Mana Mail? Ia harus
di sini. aku memerlukan ia untuk kedatangan kita.
Lena : Ia lagi mandi supaya bisa bangun. Sebentar, kupanggil dulu Mail.
Ny. Tini : Terlambat, kita tidak bisa menunggu dia.

MAIL MASUK


Mail : Daniel…. Daniel. Di mana kau? Binatang buas itu menunggu aku. Aku akan naik ke tiang gantungan. Daniel, jangan biarkan aku mati.
Daniel : (Memegang Imar) Kau dengar katanya? Dan semua teriak orang di luar. Teriakan yang ke luar dari hati mereka yang perih.
Mail : Darah….
Ny. Tini : Dia bicara apa?
Imar : Dia sudah gila.
Mail : Darah itu lembut sekali, mengalir di kerongkonganku.
Arman : Kau benar. Dia sudah gila. Lena, bawa dia kembali ke kamar mandi.
Kita harus menghadapi orang banyak.
Mail : Daniel, kau tidak berhak memperlihatkan dirimu. Kau harus tetap
menjadi sebuah mimpi.
Lena : Daniel, ia sudah berubah. Dan ini semua salahmu.
Arman : Tolong! Bagaimana kalau hal ini nanti saja kita bicarakan.
Mail : Aku masih merasakan rasa darah di mulutku.
Arman : Acara ini harus segera dimulai. Sebentar lagi orang banyak tidak
bisa dikendalikan.
Mail : Aku ingat, di halaman rumah seorang perempuan penjual goreng, ada sebuah pohon besar, aku bersembunyi di dalamnya. Aku tergantung, bagai setetes air.
Daniel : Itu adalah kenanganmu. Apa sangkut pautnya denganku?
Mail : Hapuskan. Hapuskan segalanya, hingga aku bisa mulai lagi dari
semula.
Ny. Tini : Keajaiban Daniel.
Imar : Ya, lakukan suatu keajaiban. Kembangkan tanganmu.
Lena : Tobatkan ia.
Daniel : Aku tidak punya keajaiban. Aku tidak punya rahasia.
Mail : Selama ini kau puas melihatku lari. Sekarang selesai sudah. Tidak
akan jadi lagi. Kau adalah mimpiku yang menjadi kenyataan. Dan
kenyataan harus menjelaskan mimpi.
Arman : Ayo, sekarang semuanya siap-siap. Berbaris. (Daniel pergi) Hei,
ke mana kau?!
Daniel : Kembali ke kamar lotengku. Kembali ke kain jemuranku. Aku mau
menghilang dalam air cucian yang menggelegak dan mendesau. Dan
semuanya akan dicuci bersih. Aku tidak ikut.
Arman : Tapi orang banyak. Ingat orang banyak.
Daniel : Aku tidak diciptakan untuk dipertontonkan di atas panggung sirkus.
Ny. Tini : Kalau begitu, ingat ibumu.
Lena : Ingat bayiku.
Imar : Ingat cintaku.
Mail : Kau tidak boleh naik ke atas.
Daniel : (Bereriak) Minggir! (Mail menghalangi dia, tiba-tiba ia mengeluarkan pisau lipat, pisau itu dibukanya, kelompok itu mundur ketakutan)

DANIL DAN MAIL BERKEJAR-KEJARAN DI ANTARA KAIN JEMURAN

Ny. Tini : Dia harus kita seret ke luar.
Lena : Jangan biarkan ia pergi, Mail.
Imar : Daniel…, kembali, Daniel!
Arman : Tangkap dia!
Imar : Jangan biarkan ia lari.
Ny. Tini : Daniel…. Daniel…!
Semua : Tangkap dia. Tangkap dia.

TIBA-TIBA TERDENGAR TERIAKAN, DARAH MUNCRAT DI KAIN-KAIN PUTIH. SEMUA TERDIAM. LALU KE LUAR MAIL.

Mail : Sudah selesai. Mimpi sudah berakhir.
Lena : Dia sudah mati. Kita celaka.
Imar : (Lelah) Ah, aku tidak jadi meninggalkan binatu ini.
Lena : (Pada Mail) Kenapa kau lakukan ini?
Mail : Jika sebuah mimpi jadi kenyataan, ia harus dicintai atau dihancurkan.
Penyelesaian tidak ada.
Ny. Tini : Imar, anakku Lena. Sudah waktunya menghidupkan api tungku.
Masih banyak cucian yang belum direndam.
(Berjalan ke kain yang terkena darah) Aku khawatir noda darah ini tidak akan pernah bisa hilang dicuci. Ayo bekerja…! (Berteriak)

SEMUA ORANG MULAI BEKERJA, MENGANGKAT AIR. MENCUCI, MERENDAM DAN MELIPAT KAIN.

BLACK OUT.


Selesai